Page 7 - Strategi Belajar Berorientasi Kecerdasan Majemuk
P. 7
Bab 1
Pendahuluan:
Paradigma Baru dalam Teori Kecerdasan
Setiap benda dan makhluk di dunia ini diberikan potensi dan kemanfaatan yang berbeda-beda oleh
Tuhan. Tidak ada sesuatu benda pun yang diciptakan sia-sia oleh Tuhan di dunia ini. Mungkin dulu kita
berpikir untuk apa diciptakan kotoran burung, itu hanya akan mengotori dunia saja. Selain tidak enak
dipandang, kotoran burung juga menimbulkan bau tidak sedap. Namun, sejalan dengan perkembangan
penalaran manusia, ternyata kotoran burung banyak sekali manfaatnya. Kotoran burung selain dapat
menyuburkan tanaman, ternyata banyak potensi lainnya yang bermanfaat dalam kehidupan. Kotoran
burung dapat menjadi media penyebaran tanaman biji-bijian di berbagai penjuru dunia ini. Bahkan kini
kotoran burung juga dapat dimanfaatkan untuk masker kecantikan seperti yang sudah lama dikembangkan
di Negeri Cina.
Menyadari kebesaran Tuhan dari semua ciptaannya tersebut, bagi orang yang dapat berpikir tentu
akan segera dapat belajar tentang berbagai hal lain yang lebih besar dan lebih jelas dari sekadar kotoran
burung. Dalam kaitannya dengan potensi manusia, tentu kita juga segera dapat menyadari bahwa manusia
juga diciptakan dengan segala potensinya. Ada yang berpotensi menjadi ilmuwan, ada juga yang berpotensi
menjadi olahragawan. Sebagian yang lain berbakat menjadi musikus, yang lain berbakat jadi politikus, atau
ada yang lebih senang matematika sementara ada lebih cocok dengan agama, dan sebagainya.
Teori kecerdasan majemuk dari Gardner sebenarnya bukanlah model pertama yang membahas
tentang kecerdasan. Sejak zaman dulu berbagai teori kecerdasan telah ada mulai dari kecerdasan tunggal
sampai 150 jenis kecerdasan dari Guilford. Sebenarnya teori tentang gaya belajar juga merupakan embrio
tentang konsep kecerdasan majemuk. Hanya saja dalam teori gaya belajar masih sebatas pada penggunaan
indera dalam cara belajar manusia. Ada yang dengan mudah dapat belajar dengan cara melihat (visual),
ada yang cepat paham dengan hanya mendengar (audio), ada yang harus ikut bergerak (kinestetis), atau
harus dengan ketiganya.
Namun, sejak lama kalau dengar kata kecerdasan kita masih berkonotasi segala sesuatu yang
berkaitan dengan IQ. Sebagaimana juga dilakukan oleh para ahli pendidikan sampai abad 19. Bahkan,
pada tahun 1904, Menteri pendidikan Prancis meminta psiikolog Prancis, Alfred Binet, dan timnya untuk
mengembangkan suatu alat untuk menentukan siswa SD mana yang “berisiko” mengalami kegagalan,
agar mereka dapat diberi perhatian khusus. Hasil kerja Alfred dan timnya menghasilkan tes kecerdasan
yang pertama. Kemudian tes tersebut berkembang luas di seluruh penjuru dunia. Akhirnya masyarakat
beranggapan bahwa “kecerdasan” itu dapat diukur secara objektif dan dapat dinyatakan dalam satu angka
atau nilai IQ.
Bab 1 Pendahuluan: Paradigma Baru dalam Teori Kecerdasan 1