Page 25 - 02. BUKU PINTAR JUJUR DAN MURAH HATI FINAL for web
P. 25

G.  Selangkah Lebih Maju                                Bab 3

 “Tak ada gading yang tak retak”, tidak ada orang sempurna, semua pasti pernah melakukan kesalahan.   Kebohongan VS Kejujuran
 Begitulah kurang lebih arti pepatah di atas. Setiap diri kita pasti sering kali melakukan kesalahan namun
 ketika kita menyadari kesalahan itu segeralah memperbaikinya.

 Kesalahan yang sering kita lakukan biasanya adalah ketidakjujuran terhadap diri sendiri, orang lain,   A.  Kisah-Kisah Bohong Putih
 dan lingkungan. Tidak jujur terhadap orang lain dan lingkungan, masih termasuk mudah untuk diperbaiki
 karena efek dari tidak jujur kepada orang lain biasanya langsung dirasakan oleh orang lain dan dirinya   Sebelum membahas apa yang dimaksud dengan “bohong putih”, cermatiah kisah-kisah berikut ini.
 sendiri. Misalkan, ketika kita diberikan amanah untuk membeli barang namun ketika ada kelebihan
 uangnya tidak dikembalikan, maka dipastikan kita tidak akan dipercaya orang lagi.  1.   Kisah Puntadewa dengan Resi Durna
                     Puntadewa merupakan pembarep, alias anak pertama, dari kelompok Pandawa. Ia punya watak tak
 Namun, jujur yang sulit adalah ketika harus jujur pada diri sendiri. Orang yang dapat melakukan
 hal ini adalah orang yang sudah memiliki kesadaran yang tinggi. Jujur pada diri sendiri efek jangka   pernah bohong sedikit pun. Ia juga tak pernah berkata “tidak” bila dimintai pertolongan. Dalam kisah
                 pedalangan, pernah ada yang meminta kulit dan daging tangannya. Ia pun memberikannya. Pernah
 pendeknya memang hanya untuk dirinya sendiri sedangkan efek jangka panjang baru dirasakan oleh   pula ada yang meminta kerajaannya. Ia memberikannya tanpa berat hati. Selain Puntadewa, ternyata
 orang lain. Misalnya, masalah jam kerja. Di kantor diberikan jam kerja minimal 8 jam sehari untuk semua   anak kedua kelompok Pandawa juga memiliki watak yang sama. Anak kedua ini bernama Werkudara
 karyawan. Namun 8 jam sehari biasanya tidak dilakukan dengan maksimal, biasanya yang efektif terpakai   atau dikenal juga sebagai Bima. Ia adalah pria yang gagah, berukuran tubuh raksasa, tapi sangat lugu.
 hanya 5-6 jam kerja, sisanya biasanya untuk chatting, browsing, ke toilet, dan lain-lain. Coba kita teliti,
 apakah kita sudah jujur menggunakan jam kerja kita? Jika kita jujur, maka jawaban kita adalah ternyata       Dalam masyarakat Jawa kuno terdapat kebiasaan mensakralkan perkataan pemimpin, khususnya
 kita tidak jujur dengan waktu.  raja. Mereka akan sangat mendengar dan mematuhi perkataan raja. Sami’na wa atha’na (Kami dengar
                 dan kami lakukan). Mereka memandang raja sebagai dewa atau utusan Tuhan. Wibawa spiritual itulah
 Akan tetapi, apakah kita terlambat? Belum, semua masih dapat diperbaiki. Selama kita masih diberikan
 kesempatan hidup oleh Tuhan, maka semua tidak ada kata terlambat untuk berbuat kebaikan. Lakukanlah   yang membuat sabda raja didengar, bahkan menjadi undang-undang. Maka, dalam ajaran kepemimpinan
 perbaikan sedikit demi sedikit, jangan pernah menyerah atau malu. Niatkan dalam hati untuk selalu jujur   Jawa diharapkan agar raja jangan berbasa-basi tanpa konteks yang tepat.
 dan pastinya pada saat itu kita sudah selangkah lebih maju.      Dalam lingkungan orang yang sangat menjaga kata-kata itulah Puntadewa yang “lebih ekstrim”

                 menjaga lisan berada. Ia tidak pernah berbohong. Pada suatu ketika, dalam suatu perang, sengaja disebar
                 isu bahwa Aswitama, putra Resi Durna—guru Pandawa, meninggal. Berita ini sengaja disebarkan supaya
                 semangat Resi Durna mengendur dan kehilangan konsentrasi. Memang dalam peperangan itu ada yang
                 bernama Tama yang tewas. Ia adalah seekor gajah. Disebutlah
                 Hestitama alias gajah bernama Tama. Kata-kata Hestitama inilah
                 yang dipelesetkan para penyebar isu menjadi “Aswitama”. Mereka
                 berteriak, “Aswitama meninggaaall!!!” Padahal, yang meninggal
                 ialah Hestitama.
                     Resi Durna sangat terkejut mendengar berita itu. Beliau
                 tidak percaya. Lalu, ia datang pada Puntadewa yang dikenal
                 tak pernah berdusta. Puntadewa pun mencari akal. Di satu sisi
                 ia tidak ingin berdusta. Di sisi lain, ia ingin Resi Durna—guru
                 yang tidak pantas dicontoh dan ditiru—ini dikalahkan. Setelah
                 berpikir lama, akhirnya Puntadewa berkata, “Benar, Hestitama
                 meninggal.” Puntadewa mengatakan “Hesti” dengan sangat
                 lirih dan “Tama” dengan cukup jelas, sehingga Sang Resi hanya
                 mendengar, “…itama meninggal”. Resi mengira Puntadewa
                 berkata, “Aswitama meninggal”. Maka, pingsanlah Sang Resi, lalu
                                                                               Gambar 3.1. Pundadewa tokoh
                 kepalanya dipenggal. Ia meninggal menyusul gajah yang dikira   pewayangan yang mempunya sifat sangat
                 putra terkasihnya. Puntadewa mengatakan fakta, hanya dengan   jujur namun membuat kebohongan putih.
                 cara yang aneh. Ternyata, ia pun mampu berdusta walaupun itu   Sumber: http://www.chicagogamelan.org/
                 adalah dusta putih.                                            wayang/Images/Puntadewa.jpg


 18  Buku Pintar Jujur dan Murah Hati                                         Bab 3 Kebohongan VS Kejujuran  19
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30