Page 38 - Strategi Belajar Berorientasi Kecerdasan Majemuk
P. 38
Salah satu murid bernama kelinci menghadapi masalah besar. Kelinci jelas merupakan binatang yang
pandai berlari. Ketika mengikuti pelajaran berenang, kelinci hampir tenggelam. Pengalaman mengikuti
pelajaran berenang ternyata mengguncang batinnya. Lantaran sibuk mengurusi pelajaran berenang,
kelinci pun tak pernah lagi dapat berlari secepat sebelumnya. Begitu juga si burung elang. Dia berusaha
keras mengikuti pelajaran berenang tetapi tetap tidak dapat. Tragisnya lagi, karena sibuk belajar berenang
akhirnya dia lupa cara terbang.
Demikianlah, kesulitan demi kesulitan ternyata melanda juga ke diri binatang-binatang lain,
seperti bebek, burung pipit, bunglon, ulat, dan binatang kecil lainnya. Para binatang itu tidak memunyai
kesempatan lagi untuk berprestasi dalam bidang keahlian mereka masing-masing. Ini lantaran mereka
dipaksa melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
(Sumber: Armstrong, T. 2003. Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligences di Dunia Pendidikan.
Edisi Terjemahan Oleh Yudhi Murtanto. Bandung: Kaifa)
Dongeng yang ditulis Thomas Armstrong tersebut sangat menarik untuk dipergunakan sebagai cara
memahami teori kecerdasan majemuk. Multiple intelligence atau teori kecerdasan majemuk menjadi
semacam alat yang sangat ampuh untuk memunculkan paradigma baru yang berkaitan dengan penyusunan
kurikulum, rencana pembelajaran atau RPP Berkarakter, dan kegiatan di sekolah.
Dalam menerapkan model-model pembelajaran di sekolah, guru didorong untuk yakin bahwa setiap
siswa memiliki salah satu jenis kecerdasan tersebut. Dengan demikian, guru memandang tidak ada murid
yang bodoh. Yang ada adalah dia memiliki kecerdasan yang belum diketahui atau belum digali di antara
delapan kecerdasan majemuk di atas. Artinya, jika ada siswa yang selalu ngobrol dengan temannya pada
saat kegiatan pembelajaran, mungkin dia memiliki kecerdasan bahasa. Seringkali siswa yang memiliki
kecerdasan musik, dia suka menyanyi-nyanyi sambil memukul-mukul meja ketika guru menyampaikan
materi pembelajaran. Begitu juga siswa yang memiliki kecerdasan kinestetis akan sulit diam di tempatnya,
kadang dia terkesan mengganggu temannya. Kejelian guru menangkap isyarat dari perilaku siswa ini akan
memudahkan dalam menemukan dan menggali kecerdasan yang ia miliki. Dengan demikian, pemilihan
metode dan strategi pembelajaran akan lebih mudah.
Dengan paradigma baru sesuai teori kecerdasan majemuk yang menganggap tidak ada murid yang
bodoh, setiap guru akan memandang para muridnya sebagai manusia-manusia yang memiliki potensi
untuk berprestasi. Setiap guru, menurut pakar accelerated learning, Georgi Lazanov, akan berusaha
keras membangun sugesti positif di dalam kelas dan memunculkan sekurang-kurangnya satu kecerdasan
yang menonjol pada diri murid mereka. Hal itu akan dapat dirasakan siswa jika kegiatan belajar yang
tertuang dalam rencana pembelajaran memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para murid untuk
mengembangkan potensi dirinya. Bukan sebaliknya, mematikan kreativitas peserta didik.
Jika kita perhatikan tentang kondisi setiap orang yang memiliki potensi yang beragam, maka mungkin
kita berpikir seberapa besar kapasitas kita tentang delapan kecerdasan tersebut. Berikut adalah hal-hal
penting yang perlu diperhatikan dalam memahami multiple intelligences.
1. Setiap orang memiliki delapan kecerdasan.
Teori multiple Intelligences bukan untuk menentukan satu kecerdasan yang paling sesuai untuk dimiliki
oleh seseorang. Teori ini adalah teori fungsi kognitif, yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki
32 Strategi Belajar Berorientasi Kecerdasan Majemuk