Page 35 - Strategi Belajar Berorientasi Kecerdasan Majemuk
P. 35
C. Belajar dari Konsep Kecerdasan Majemuk
Belajar adalah usaha untuk menghidupkan secara utuh dan alamiah seluruh kecerdasan yang dimiliki
individu. Dari sudut pandang teori humanistik, dasar-dasar teori kecerdasan majemuk memang sangat
humanis, yang memberi tekanan pada positive regards (pandangan positif), acceptance (dukungan),
awareness (kesadaran), self-worth (nilai diri) yang kesemuanya itu bermuara pada aktualisasi diri yang
optimal. Psikologi humanistik menekankan pada personal growth (perkembangan individu), sesuai dengan
arah dari teori kecerdasan majemuk.
Pembelajaran adalah suatu proses membangun/memicu, memperkuat, mencerdaskan, dan
mentransfer kecerdasan. Pada hakikatnya seorang pendidik adalah seorang fasilitator. Fasilitator, baik dalam
aspek kognitif, afektif, psikomotorik, maupun konatif. Seorang pendidik hendaknya mampu membangun
suasana belajar yang kondusif untuk belajar-mandiri (self-directed learning). Ia juga hendaknya mampu
menjadikan proses pembelajaran sebagai kegiatan eksplorasi diri. Galileo menegaskan bahwa sebenarnya
kita tidak dapat mengajarkan apa pun, kita hanya dapat membantu peserta didik untuk menemukan
dirinya dan mengaktualisasikan dirinya. Setiap pribadi manusia memiliki self-hidden potential excellence
(mutiara talenta yang tersembunyi di dalam diri). Tugas pendidikan yang sejati adalah membantu peserta
didik untuk menemukan dan mengembangkannya seoptimal mungkin.
Persoalannya adalah bagaimana menciptakan kondisi kelas bagi tumbuh kembangnya kecerdasan
majemuk pada diri para siswa, mengingat banyak orang mempersepsi bahwa kelas yang baik adalah kelas
yang diam, teratur, tertib, dan taat kepada guru. Kelas yang ramai selalu diterima sebagai kelas yang negatif,
tidak teratur, walaupun mungkin ramainya kelas tersebut disebabkan karena siswa berdebat, berdiskusi,
bereksplorasi, atau kegiatan-kegiatan positif lainnya. Guru-guru yang ada pun seringkali lebih menyukai
pada kelas yang tertib, teratur, siswa-siswanya patuh dan tidak kritis.
Sistem pendidikan hendaknya berpusat pada peserta didik, artinya kurikulum, administrasi, kegiatan
ekstrakurikuler maupun kokurikulernya, sistem pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksanakan demi
kepentingan peserta didik, bukan demi kepentingan guru, sekolah, atau lembaga lain. Pendidikan yang
hanya memusatkan pada kepentingan kebutuhan kerja secara sempit harus dikembalikan pada kepentingan
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian peserta didik secara utuh. Seperti misalnya kemampuan
bernalar, berpikir aktif-positif, kreatif, menemukan alternatif dan prosesnya menjadi pribadi yang utuh
(process of becoming). Peserta didik hendaknya benar-benar dikembalikan sebagai subjek (dan juga objek)
pendidikan dan bukannya objek semata-mata.
Pendidikan dan pembelajaran yang mendasarkan pada kecerdasan majemuk membuka kesempatan
kepada para siswanya untuk kritis dan mungkin tidak patuh karena siswa menemukan kebenaran-
kebenaran lain dari kebenaran yang dipegang oleh gurunya. Masalahnya, sejauh mana kesiapan para
guru dan pengelola pendidikan lainnya dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia Indonesia?
Dapatkah sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan lain memenuhi semua fasilitas untuk kepentingan
mengasah kecerdasan yang sesuai dengan gaya belajar secara proporsional? Apakah guru atau tenaga-
tenaga kependidikan lain siap mengadakan pembaharuan terhadap dirinya? Semua jawaban terpulang
pada mereka yang terlibat dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Sebagai sebuah teori, apa yang dikemukakan oleh Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk
tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan-kelebihan teori kecerdasan majemuk antara lain
sebagai berikut ini.
Bab 3 Penerapan Kecerdasan Majemuk dalam Proses Pembelajaran 29